KOTA SERANG, biem.co – Pada Minggu, 4 Mei 2025 kemarin, area Serang–Cilegon kembali mengalami hujan deras. Tak butuh waktu lama, kawasan Simpang 4 Lontar langsung tergenang air. Fenomena ini bukan yang pertama kali terjadi, dan itu menjadi pengingat kuat bahwa tata kelola lingkungan dan masalah drainase di daerah ini belum sepenuhnya terselesaikan.
Fenomena yang Terus Berulang Terjadi
Hujan deras yang mengguyur wilayah Serang–Cilegon kembali menghadirkan pemandangan yang sudah menjadi “biasa” di berbagai titik di wilayah Banten. Simpang 4 Lontar, arteri penting di jalan raya Serang–Cilegon, kembali menjadi perhatian publik. Banjir ini bukan yang pertama. Bahkan, orang-orang dan pengendara sudah mulai mengenal polanya: hujan sebentar saja dan jalan tergenang. Pertanyaannya adalah, apakah kita hanya akan menunggu air surut atau mulai mempertimbangkan ini sebagai peringatan serius?
Drainase yang Tersumbat: Jantung yang Tersumbat

Fungsi utama drainase adalah untuk mengalirkan air hujan agar tidak menggenangi pemukiman atau jalan. Namun, genangan adalah akibat yang tak terhindarkan dari saluran yang dangkal, sempit, tersumbat oleh sampah, atau bahkan tidak terhubung ke sistem yang memadai. Air yang tertahan di Simpang 4 Lontar jelas menunjukkan bahwa saluran pembuangan tidak beroperasi dengan baik lagi. Tanpa bermaksud menyalahkan siapa pun, situasi ini seharusnya mendorong perbincangan bersama dan menjadi bahan pemikiran untuk semua pihak.
Drainase merupakan bagian penting dari perencanaan kota yang berkelanjutan dan bukan sekadar masalah teknis. Salah satu komponen utama sistem penanggulangan banjir perkotaan seharusnya adalah drainase. Jika jantung ini tersumbat, dampaknya dapat mengganggu mobilitas masyarakat, merusak infrastruktur, dan mengganggu aktivitas ekonomi. Gangguan seperti ini dapat menyebabkan kerugian yang signifikan di jalan Serang-Cilegon yang sangat padat.
Namun, pencemaran merupakan komponen penting yang tidak boleh dilupakan. Banyak saluran drainase di kota tersumbat oleh limbah manusia yang dibuang sembarangan selain endapan alami atau lumpur. Aliran air dipenuhi dengan limbah plastik, popok sekali pakai, botol minuman, dan bahkan sisa makanan rumah tangga yang “ditutup”. Selain itu, limbah cair dari rumah tangga dan usaha kecil sering dimasukkan ke dalam saluran tanpa diolah, yang mencemari dan memperburuk kondisinya.
Pencemaran ini mempercepat kerusakan struktur drainase dan mengurangi kapasitasnya secara besar-besaran. Akibatnya, air tidak dapat mengalir ke luar dengan cepat ketika hujan turun, dan justru meluap kembali ke jalan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan masyarakat tentang pentingnya menjaga saluran air bersih dan pengelolaan limbah harus menjadi prioritas utama.
Faktor Tambahan yang Memperburuk Keadaan
Sistem drainase yang buruk tentu bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan keadaan menjadi buruk. Berikut adalah beberapa faktor tambahan yang memperburuk keadaan:
- Tumpukan Sampah di Saluran Air: Limbah plastik, botol minuman, kantong kresek, bahkan limbah rumah tangga sering menyumbat selokan. Perilaku ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat tidak sadar lingkungan.
- Minimalnya Resapan Air: Karena banyaknya kota dan kawasan industri yang berkembang, jumlah lahan terbuka hijau telah berkurang dengan sangat banyak. Air hujan akhirnya mengalir ke jalan karena tidak dapat meresap.
- Pola Pembangunan yang Kurang Terencana: Banyak pembangunan dilakukan tanpa melakukan penelitian kelayakan drainase. Dengan peningkatan jumlah bangunan dan volume limpahan air, saluran air tidak berubah.
Solusi: Penanganan Terpadu dan Berkelanjutan

Mengatasi masalah banjir, seperti yang terjadi di Simpang 4 Lontar, membutuhkan pendekatan yang luas, termasuk pemeriksaan dan normalisasi saluran drainase secara berkala. Edukasi lingkungan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Mengikuti peraturan tata ruang secara teratur. Serta, pelibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan sekitar tetap bersih.
Belajar dari Kota Lain, Bergerak Bersama

Kita dapat belajar dari kota lain tentang cara-cara di mana pemerintah, warga, dan sektor swasta bekerja sama untuk mengurangi risiko banjir. Misalnya, banyak kota di seluruh dunia mulai menerapkan konsep kota spons, yang memanfaatkan ruang terbuka hijau dan teknologi ramah lingkungan untuk menyerap air hujan. Serang-Cilegon seharusnya tidak tertinggal dalam hal ini. Banjir yang terus terjadi bisa menjadi peluang untuk mencari solusi yang lebih baik dan bisa menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Selain itu, sistem peringatan dini berbasis teknologi, peningkatan koordinasi antar instansi, dan integrasi data tentang pola pemukiman, kondisi drainase, dan curah hujan sangat penting. Hal ini akan membantu pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat ketika potensi banjir mulai muncul.
Jangan Menunggu Bencana Besar
Seringkali, tindakan baru yang signifikan diambil setelah bencana besar. Padahal, jika tindakan pencegahan dilakukan sejak dini, kemungkinan kerugian dapat dikurangi. Setiap genangan di Simpang 4 Lontar membawa kerugian yang tidak langsung terlihat, termasuk waktu tempuh yang lebih lama, pemborosan bahan bakar, kerusakan kendaraan, dan efek psikologis bagi pengguna. Saat ini adalah saatnya untuk mengubah pola kita dari “pemadam kebakaran” ke pola antisipatif. Bukan hanya karena kebutuhan akan infrastruktur, tetapi juga karena komitmen etika untuk meninggalkan kota yang lebih baik untuk generasi berikutnya. Kami harus bergerak bersama-sama sebelum peringatan alam berubah menjadi bencana yang tidak dapat dicegah.
Saatnya Memahami Peringatan Alam
Banjir di Simpang 4 Lontar adalah sebuah peringatan. Bukan sekadar tentang genangan air di jalan, tapi juga tentang bagaimana kita merawat ruang hidup bersama. Ini bukan hanya soal kenyamanan berkendara, tapi soal keberlangsungan kota dan masa depan warganya. Sudah saatnya kita berhenti mencari kambing hitam dan mulai membenahi akar masalahnya. Karena banjir bukan hanya musibah, ia adalah refleksi dari hubungan kita dengan alam yang sedang rapuh.
Setiap genangan air harus menjadi titik balik untuk transformasi. Kita semua memiliki peran, mulai dari diri kita sendiri, lingkungan sekitar, hingga kebijakan bersama. Jika kita bergerak bersama-sama, dengan kesadaran, komitmen, dan tindakan nyata, Serang-Cilegon akan bebas dari banjir. Saatnya untuk bertindak daripada hanya berharap. Karena kita semua bertanggung jawab atas masa depan kota ini. (Red)