Episode Apa Saja Tinggal Minta
Baca kisah sebelumnya di sini!
ADI tengah khusuk mengerjakan tugas Diklat Interaktif Online. Ponselnya berdentang, sebuah broadcast message. Cukup panjang teks yang masuk ke smartphone-nya itu.
Ramadhan sbg syahrud du’aa yaitu bulan terkabulnya doa2. Doa adalah senjata orang beriman, bentuk penghambaan kepada Allah, barometer kualitas keimanan seseorang. Doa merupakan ibadah, tak hanya dilakukan saat kita butuh, tapi di saat suka duka, tak kenal waktu. Karena doa sebetulnya untuk kita, kebutuhan kita sendiri. Doa adalah otaknya ibadah. Tidak ada hal yg mustahil andaikata Allah mengabulkan doa seseorang. Doa yang pasti dikabulkan antara lain, doa orang yang berpuasa saat berbuka, doa pemimpin adil, doa org yg teraniaya. Dalam berdoa kita tidak boleh egois, selain berdoa untuk sendiri, doakan juga orang terdekat kita & orang lain. Malaikat akan mengaminkan doa bagi yang didoakan & bagi kita sang pendoa.
Membaca pesan tersebut, Adi teringat sebuah pelatihan motivasi yang pernah dia ikuti ketika masih kuliah di Universitas Nusantara Raya delapan tahun silam.
"Apakah Anda percaya bahwa Allah itu ada?" tanya sang motivator, dan para peserta yang sebagian besar mahasiswa menjawab serentak, "Percayaaa!”
Lalu sang motivator memberikan pertanyaan kembali, "Apakah semua peserta yakin bahwa Allah itu Mahakaya?”
Kembali seluruh ruangan bergemuruh, "Yakiiin!”
Sebelum gumuruh terhenti, menyusul pertanyaan penegasan dari sang motivator "Yakiiin?”
Tak kalah kencang, suara seratus tigapuluh lima peserta menjawab, “Yakiiin!"
"Yakinkah Anda bahwa Allah memiliki kekuasaan yang tidak terbatas sehingga kita imani dengan sebutan Sang Mahakuasa?”
"Sangat yakiiin!"
Sesaat setelah itu suasana menjadi hening, secara perlahan dengan nada suara beranjak naik terdengar kalimat. "Apakah Anda yakin bahwa Allah itu Maha Pemberi dan Pengabul?"
"Yakiiin!” jawab mahasiswa masih kompak seperti ketika pertanyaan pertama dilontarkan.
Sebelum selesai koor panjang jawaban mahasiswa berakhir, sang motivator menimpali dengan kalimat, "Kalau yakin kenapa kalian meminta yang kecil kecil kalau berdoa?"
Sepi. Hening.
Masing-masing peserta saling berpaling melihat temannya yang berada di kiri dan kanan. Membisu. Kebingungan mencari dan memberi jawaban.
"Nah!" suara sang motivator memecahkan keheningan.
"Benar, kan, selama ini kalau berdoa memintanya yang kecil kecil?" tanya sang motivator, “itu artinya Anda sendiri yang membatasi ke-Maha Kuasa-an Allah sebagai Sang Maha Pencipta yang Mahakaya," tegas sang motivator.
Adi yang ketika itu masih remaja, dalam hati membenarkan perkataan sang motivator.
Malah terkadang dia malas berdoa untuk meminta kepada Allah, padahal di satu sisi dia mengimani bahwa Allah Mahakaya dan Mahakuasa, sedangkan dirinya hanyalah manusia biasa yang penuh kekurangan.
"Lah, wong cuma minta aja, kok susah? Ini kan gratis, tidak harus membayar sedikitpun kepada Allah. Sombong sekali kita sebagai manusia," seru sang motivator.
Memang yang namanya manusia terkadang sombong, merasa diri paling hebat dan bisa melakukan kehidupan sehari-hari secara mandiri dan merasa semua terjadi atas usahanya sendiri. Sehingga sangat sedikit untuk meminta melalui doa yang dipanjatkan kepada Allah.
"Padahal, tidak ada sesuatu yang terjadi menimpa kita melainkan atas kehendaknya. Bahkan setiap setelah shalat lima waktu, Baginda Rasul selalu memanjatkan kalimat ‘tidak ada yang dapat mencegah yang Allah kehendaki dan tidak ada yang bisa menghendaki yang Allah cegah’," lanjut sang motivator.
Beep… beep… Ponsel Adi berbunyi, ada pesan masuk.
Sahid besok pulang diantar nenek, demikian bunyi pesan yang dibacanya.
Sahid adalah buah cinta Adi dan Wardah. 13 tahun usianya, dan duduk di kelas 2 MTs. Sejak sehari sebelum Ramadhan, Sahid berlibur di rumah orangtua Wardah.
Ya sdh hati2, nanti bapak kasih tahu ibu, balas Adi.
Menerima pesan singkat dari sang buah hati, Adi teringat ketika mendidik Sahid agar selalu berusaha berdoa kepada Allah untuk urusan sekecil apapun. Bahkan ketika Lebaran tahun lalu saat mereka berlibur ke Bandung pada hari kedua lebaran, Adi mengajarkan Sahid untuk membaca kalimat “Allahumma yassir wala tu'assir, ya Allah mudahkanlah jangan Engkau persulit.”
Adi mencontohkan secara langsung kepada Sahid pada saat mau masuk ke sebuah pertokoan yang ramai pengunjungan sehingga otomatis sulit mendapatkan tempat parkir.
Dengan menggunakan mobil yang dipinjam dari orangtuanya, sebelum memasuki kawasan pertokoan itu Adi meminta Sahid untuk berdoa kepada Allah agar diberikan tempat parkir.
Ajaib. Ternyata di depan mobil yang mereka tumpangi nampak mobil yang akan keluar meninggalkan tempat parkir yang sangat padat tersebut.
Proses tersebut diulang-ulang Adi beberapa kali untuk memberi pelajaran kepada Sahid — pada beberapa mall atau pusat perbelanjaan yang berbeda dengan kondisi tempat parkir yang ramai.
Kebetulankah?
Adi teringat tausiyah ustad ketika mengikuti pesantren kilat dahulu. Sebenarnya tidak ada yang dinamakan dengan kebetulan. Semua yang terjadi sudah Allah tuliskan dan tentukan termasuk alternatif pilihan peristiwanya di lauhul mahfudz. Menurut sang ustad, jangankan urusan kehidupan yang sangat rumit, peristiwa jatuhnya selembar daunpun harus seizin dan kehendak Allah. Artinya, ketika kita berdoa meminta tempat parkir, maka seketika itu Allah gerakkan hati hambanya yang lain untuk keluar dari tempat parkir tersebut sehingga menjadi kosong.
Menariknya, ketika Adi bercerita kepada temannya tentang pendidikan yang diberikan kepada Sahid, malah mendapat cibiran.
"Adi… Adiii, Allah kok disibukkan dengan permintaan kamu yang remeh begitu," ucap sang teman ketika bercerita tentang doa untuk memperoleh tempat parkir.
"Lho, Allah itu makin sayang kepada hambanya yang selalu meminta kepadaNya, itu menandakan bahwa hamba tersebut mengantungkan dirinya hanya kepada Allah," jawab Adi sekenanya.
"Lagian mintanya juga gratis, kok, nggak pake bayar, yang pasti dapat pahala karena mengingat Allah dalam setiap urusan, sekalipun urusan itu sangat remeh," tambah Adi mempertahankan argumennya.
Minta saja apapun keinginan dan kebutuhan kita, karena tugas kita hanya berdoa dan meminta, sedangkan pengabulan-nya menjadi hak sepenuhnya Dia sebagai Sang Maha Pemilik takdir. Terngiang-ngiang di kepalanya tausiyah sayng ustad.
Penulis: Boyke Pribadi
Editor: Setiawan Chogah