biem.co — Pemilu merupakan satu-satunya prosedur demokrasi yang melegitimasi kewenangan dan tindakan para wakil rakyat untuk melakukan tindakan tertentu. Pemilu adalah mekanisme sirkulasi dan regenerasi kekuasaan, Pemilu juga satu-satunya cara untuk menggantikan kekuasaan lama tanpa melalui kekerasan (Chaos) dan kudeta. Melalui Pemilu, rakyat dapat menentukan sikap politiknya untuk tetap percaya pada pemerintahan lama, atau menggantikannya dengan yang baru.
Dengan kata lain, Pemilu merupakan sarana penting dalam mempromosikan dan meminta akuntabilitas dari pejabat publik. Melalui Pemilu diharapkan proses politik yang berlangsung akan melahirkan pemerintahan baru yang sah, demokratis dan benar-benar mewakili kepentingan masyarakat pemilih. Dalam proses penyelenggaraan pemilihan umum, perlu dilakukan pengawasan di setiap lini proses, untuk menjamin agar pemilihan umum benar-benar dilaksanakan berdasarkan asas pemilihan umum dan dalam koridor peraturan perundang-undangan.
Sejarah Pengawasan Pemilu
Dalam sejarah pelaksanaan Pemilu di Indonesia, istilah pengawasan Pemilu baru muncul pada era 1980-an. Hal ini didasari oleh distrust (Ketidakpercayaan) terhadap pelaksanaan Pemilu karena banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas Pemilu pada Pemilu1971 dan jauh lebih masif pada Pemilu 1977 karena campur tangan kekuatan rezim penguasa. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan ‘kualitas’ Pemilu 1982 dengan membentuk kelembagaan Pengawas Pemilu dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu).
Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari campur tangan penguasa semakin menguat. Untuk mengakomodir hal tersebut dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di sisi lain lembaga pengawas Pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU).
Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan.
Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU.
Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekruitmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana Pemilu, serta kode etik.
Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu sampai di tingkat Kabupaten/ Kota dengan nama Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota (Bawaslu Kab/Kota). Dalam konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor sebelumnya, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pengawas Pemilu mempunyai Tugas, dan Wewenang sebagai berikut (1). Mengawasi tahapan dan non-tahapan Pemilu; (2). Menerima laporan pelanggaran tahapan dan non-tahapan Pemilu; (3). Menindaklanjuti laporan dan/atau temuan pelanggaran Pemilu kepada instansi yang berwenang; (4). Menyelesaikan sengketa administrasi dan/atau proses-proses Pemilu; (5). Menaati dan memedomani kode etik penyelenggara Pemilu; (6). Melakukan upaya-upaya yang dianggap perlu untuk menjamin integritasnya Pemilu (proses, hasil, dan penyelenggara Pemilu); dan lain sebagainya. Sedangkan Kewajiban Pengawas Pemilu adalah : (1). Mengatur hubungan hierarkis dengan atasan, kolega, dan bawahan; dan ((2). Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fungsi Pengawas Pemilu
Dari gambaran sebagaimana diuraikan diatas maka terlihat bahwa Pengawas Pemilu mempunyai peranan yang penting dalam rangka mengawal pelaksanaan Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mewujudkan cita-cita “Mewujudkan Pemilu yang Demokratis dan Akuntabel”. Ada beberapa hal yang perlu kita pahami adalah : pertama Demokratis, setidaknya ada 5 (lima) parameter universal dalam menentukan kadar demokratis tidaknya sebuah Pemilu (modul pengawasan, Bawaslu 2009 :7-8), yaitu :
- Universalitas, Pemilu yang demokratis harus dapat diukur secara universal. Artinya konsep, sistem, prosedur, perangkat dan pelaksanaan Pemilu harus mengikuti kaedah-kaedah demokrasi universal itu sendiri.
- Kesetaraan, Pemilu yang demokratis harus mampu menjamin kesetaraan antara masing-masing kontestan untuk berkompetisi. Oleh karena itu, regulasi Pemilu harus dapat meminimalisir terjadinya political inequality.
- Kebebasan, para pemilih mempunyai kebebasan dalam menentukan sikap politiknya tanpa adanya tekanan, intimidasi, iming-iming pemberian hadiah tertentu yang akan mempengaruhi pilihan mereka.
- Kerahasiaan, apapun pilihan politik yang diambil oleh pemilih, tidak boleh diketahui oleh pihak manapun, bahkan oleh panitia pemilihan. Kerahasiaan sebagai suatu prinsip sangat terkait dengan kebabasan seseorang dalam memilih.
- Tranparansi, segala hal yang terkait dengan aktivitas Pemilu harus berlandaskan prinsip transparasi baik KPU, Peserta Pemilu maupun Pengawas Pemilu . Transparansi ini terkait dengan kinerja dan penggunaan sumberdaya.
Kedua Akuntabel, bahwa pelaksanaan Pemilu harus dapat dipertanggunjawabkan kepada publik baik secara politik maupun secara hukum.
Demi terwujudnya Pemilihan Umum yang Demokratis dan Akuntabel, Pengawas harus bisa menjalankan fungsi sebagai :
- Pengawas Pemilu bisa menjadi Early Warning System; Pengawas pemilu diharapkan bisa mendeteksi sejak dini potensi-potensi yang akan mengakibatkan terganggunya penyelenggaran, kemungkinan adanya pelanggaran atau bahkan terjadinya manipulasi. Pengawas pemilu bias memberikan warning (peringatan) kepada penyelenggara pemilu yang lain atau peserta pemilu agar semua tahapan penyelenggaran berjalan sesuai dengan koridor yang telah disepakati atauy ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
- Pengawas Pemilu Sebagai Penjamin Kualitas (Quality Assurance), diharapakan dengan adanya pengawas pemilu bisa menjamin kualitas penyelenggaran pemilu maupun hasil dari Pemilihan umum. Sehingga terbangun trust (kepercayaan) peserta dan warga Negara terhadap penyelenggaran pemilu. Walaupun misalnya ada pertentangan ideologi pada yang cukup kuat, tetapi diharapkan minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan, Kalaupun ada gesekan itu terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu. Gesekan yang muncul merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi, sehiingga muncul keyakinan bahwa Pemilu memang sebagai sarana aspirasi atau penyampaian mandate rakyat.
- Panwaslu Sebagai Teman/ Relasi Diskusi (Consulting Partner).
Pengawas Pemilu sampai ke tingkat bawah diharapkan bisa memperkuat fungsi-fungsi pencegahan pelanggaran daripada menggunakan ruang untuk upaya penindakan dalam pelaksanaan Pemilu. Dibutuhkan pendekatan yang lebih ‘intim’, koordinasi, komunikasi dan kerjasama yang baik dengan sesama penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu), antara penyelenggara Pemilu dengan peserta Pemilu, maupun dengan masyarakat, sehingga Pemilu bisa berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan meminimalisir terjadinya pelanggaran-pelanggaran. Pengawas Pemilu harus bias menjadi tempat diskusi dalam kajian peraturan perundang-undangan tentang pemilihan umum, maupun sebagai tempat diskusi dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan dalam penyelenggaraan Pemilu baik oleh sesama penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu maupun masyarakat. Dengan harapan dengan pemahaman dan pengetahuan yang sama ketaatan akan pelaksanaan peraturan tentang pemilihan umum bisa diterapkan semua kelompok dan golongan yang mempunyai kepentingan dengan terselenggaranya pemilihan umum.
Kita berharap kualitas Pemilu di Indonesia terus mengalami peningkatan baik dari penyelenggaraannya maupun partisipasi masyarakatnya. Virus-virus seperti money politic, intimidasi dan lain sebagainya sudah tidak lagi menghiasasi proses demokrasi kita. Salah satu cara mewujudkannya adalah melalui sistem pengawasan yang baik.
_________________________________
Bambang Muryanto, adalah Ketua Panwaslu Kabupaten Sukoharjo.
_________________________________
Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.