Cerpen

Cerpen Rori: Perempuan yang Bercerita Tentang Kematiannya

biem.co — Gusti Ngartasih bernapas kembali saat akan dimasukkan ke liang lahatnya, kakinya bergerak-gerak lalu ia berteriak membuat semua orang yang di pemakaman lari berhamburan.

Empat puluh hari sebelum kematiannya, ia sudah memberi tahu suaminya kalau sebentar lagi ajal akan menjemput. Ia dapat isyarat itu melalui mimpi. Kemudian, ia mempersiapkan semuanya. Kain kafan, lahan kuburan, uang tahlilan, buku yasin, bahkan calon istri baru untuk suaminya, Sidik.

Tepat di hari keempat puluh, Gusti Ngartasih mati di atas tempat tidurnya dan tak ada yang tahu penyebab kematiannya.

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Di liang lahat itu, ia melepaskan sendiri ikatan kain kafannya, mencabut kapas di hidung dan telinga, kain itu ia sarungkan untuk menutupi kemaluannya. Satu-dua orang mulai berdatangan kembali ke pemakaman itu, melihat Gusti Ngartasih hidup kembali. Warga membawanya pulang dan menutup kembali liang lahatnya.

Kabar tentang Gusti Ngartasih hidup lagi, perlahan tersebar ke seluruh desa, membuat orang-orang penasaran dan mulai berdatangan ke rumah Gusti Ngartasih, mereka bertanya tentang kematian yang singkat itu.

“Apa rasanya mati?” tanya Sakinah, tetangganya.

“Sangat damai dan tenang, seperti dibawa melambung tinggi ke langit dengan perlahan.”

“Saat kamu mati, lihat sesuatu, tidak?”

“Aku lihat semuanya.”

“Apa?”

“Aku lihat suamimu tidur dengan janda yang rumahnya di dekat sungai Ciliman.”

Sakinah terkejut mendengarnya, antara percaya atau tidak percaya ia pulang dengan perasaan kesal.

Sebulan kemudian, Satib menceraikan Sakinah dan menikahi janda itu. Warga kampung kembali ramai membicarakan omongan Gusti Ngartasih yang terbukti benarnya. Mereka kembali datang ke rumah Gusti Ngartasih dengan rasa penasaran.

“Gusti Ngartasih, kamu lihat apa lagi saat mati waktu itu?” tanya Usman, seorang petani cabai.

“Aku bilang, aku melihat semuanya, bahkan aku lihat kau ngintip aku saat mandi di sungai dulu.”

Usman bergeming, ia tak berani melanjutkan pertanyaannya, kini giliran Sarboah yang bertanya.

“Kau lihat tentang aku tidak, Gusti Ngartasih?

“Ia Sarboah, aku lihat kau akan hamil bulan April nanti, tunggu saja.”

Semua yang dikatakan Gusti Ngartasih benar-benar terjadi. Kematian Gusti Ngartasih membuat dirinya menjadi seorang dukun yang banyak didatangi orang-orang kampung. Mereka percaya kalau masih banyak lagi yang Gusti Ngartasih lihat saat dia mati. Tapi, Sidik suaminya sendiri tak pernah bertanya apa pun pada istirnya. Ia bersyukur istrinya bisa hidup kembali dan tidak akan mengungkit lagi kematiannya yang singkat itu.

Semakin lama, nama Gusti Ngartasih terkenal ke seluruh kabupaten, antrian panjang di rumahnya hingga satu kilo meter dari depan pintu, mereka berbondong-bondong ingin bertanya tentang kehidupannya. Hal itu membuat pemuka agama ustad Tolib geram, ia mengumpulkan massa yang masih percaya pada Tuhan untuk membubarkan praktik musrik itu.

“Sebaiknya kau bertobat Gusti Ngartasih, ini sudah melenceng dari ajaran Tuhan. Ini musrik.”

“Kebetulan kau datang Ustad Tolib, aku juga melihatmu saat aku mati dua tahun lalu, kau harus tahu kalau bulan Desember nanti ajalmu akan datang, aku bahkan melihat dengan jelas saat kau sekarat.”

Ustad Tolib langsung lemas mendengarnya, ia datang ke rumah Gusti Ngartasih dengan menggebu dan pulang dalam keadaan lesu seperti uratnya tercerabut semua. Ia tak menyangka kalau ajalnya akan datang sangat cepat.

Semenjak mendengar kabar itu, ia makin giat beribadah. Ustad Tolib juga memindahkan tempat tidurnya ke gudang masjid agar mudah beribadah setiap saat. Tepat bulan Desember Ustad Tolib meninggal di dalam gudang masjid itu.

Gusti Ngartasih benar-benar sudah membocorkan rahasia Tuhan. Segelintir orang yang murka dengan perdukunan itu mendatangi Sidik, meminta agar istrinya berhenti dan menutup pintu rumah agar tidak ada lagi yang konsultasi ke Gusti Ngartasih.

Sidik mengiyakan permintaan mereka dan menutup pintu rumahnya. Semenjak saat itu, tak ada lagi orang yang mengantri, keluarga Sidik sangat tertutup, Gusti Ngartasih jarang sekali terlihat ke luar rumah.

Pada tahun berikutnya, kemarau panjang melanda kampung. Sungai menciut jadi aliran kecil yang kotor dan dipenuhi kotoran manusia, sumur kering kerontang, sawah gagal panen, ladang habis dilahap hama, warga sengsara. Sebagian dari mereka merantau ke kota untuk bekerja sebagai buruh pabrik, sebagian lagi masih bertahan. Semua lubang sumur di kampung itu kosong melompong kecuali lubang sumur keluarga Sidik yang masih berair.

“Gusti Ngartasih diberkati Tuhan, dia makhluk kesanyangan. Itu sebabnya sumur di rumahnya tidak kering,” kata seorang warga kampung.

Keluarga Sidik tidak keberatan untuk berbagi air dengan penduduk kampung, pintu rumah Sidik di buka kembali. Berbulan-bulan sumur keluarga Sidik menjadi sumber kehidupan warga kampung, tapi hidup tak cukup dengan air saja,

Semakin lama kemarau panjang itu perlahan membuat warga makin miskin. Terlintas dalam benak mereka kalau kemarau panjang ini pastilah disebabkan oleh kematian Gusti Ngartasih yang membuatnya menjadi sakti membuat Tuhan murka padanya, bahkan pada kampung yang dia tinggali.

Warga mendatangi rumah Gusti Ngartasih bukan untuk meminta air tapi untuk mengusirnya dari kampung. Rumahnya di hancurkan, Mereka berdua diusir dari kampung itu, dan masuk ke dalam hutan, naik ke atas bukit, membuat sebuah gubuk kecil di sana.

Di bukit itu Gusti Ngartasih menghabiskan waktunya dengan Sidik, saat krisis makanan, Sidik dan Gusti Ngartasih terpaksa memakan hewan apa pun yang mereka temukan di hutan. Dan Setelah sekian lama kemarau panjang, akhirnya hujan turun dengan sangat deras, saat itulah Gusti Ngartasih memeluk suaminya dan mengatakan hal yang ingin ia katakan sejak dulu.

“Saat aku mati, aku juga melihat kita, sayang.”

“Apa yang kau lihat?”

“Kita selamat dari banjir.”

Mereka berdiri di atas batu, melihat kampungnya hancur dilahap banjir. []


Rori, seorang pembaca dan penyuka kata-kata. Orang Banten yang kerja di Jakarta, doakan semoga lekas pulang dan metap selamanya di Banten.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button