Oleh M. Fahurrahman
biem.co — Apa dan bagaimana wajah negeri ini di masa yang akan datang itu tergantung pada kualitas literasi anak pada saat ini. Sebab mereka yang sudah giat membaca maupun menulis adalah tindakan yang sangat luar biasa. Tanpa disadari, tindakannya telah memberikan andil dalam pembentukan kemajuan bangsa.
Membaca adalah sebuah aktivitas kebutuhan manusia yang mana sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Bahkan, Allah SWT telah menurunkan wahyu pertamanya kepada Nabi Muhammmad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafaz iqra’, yang artinya “bacalah”.
Dapat diambil kesimpulan, iqra’ yang berarti membaca menyangkut obyek apa saja oleh kata-kata tersebut, baik itu membaca sumber-sumber ajaran yang diturunkan oleh Tuhan, maupun membaca karya sastra manusia seperti buku, majalah, koran dan lain sebagainya.
Aktivitas membaca sudah diperkenalkan sejak usia dini, orang tua yang pertama berperan penting sebagai guru yang wajib digugu dan ditiru dalam ranah kepositifan. Dengan membaca, kemampuan berpikir dan kualitas keintektualan serta keilmuan manusia akan terasah dan berkembang.
Semakin berkembangnya kualitas berpikir dan kualitas ilmu pengetahuan, manusia senantiasa dapat meningkatkan kemampuan dalam mengahadapi masalah sosial, agama, dan budaya.
Apalagi masyarakat sekarang sudah dihadapi dengan era globalisasi dan canggihnya teknologi, bagaimana masyarakat sekarang mulai merasa dipaksa untuk berpikir agar mempunyai ilmu pengetahuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang andal dalam menghadapi tantangan zaman.
Membaca adalah pintu utama manusia dekat dengan karya sastra, buku, karakter bangsa dan peradaban. Terutama untuk mengadapi era globalisasi yang menghatam peradaban mereka, canggihnya teknologi dimulai dari revolusi barat sehingga menciptakan mesin bergerak tanpa menggunakan sedikipun tenanga manusia.
Lahirnya teknologi canggih dimulai dari revolusi industri, yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat Barat yang menyebabkan perubahan di segala bidang kehidupan manusia. Revolusi industri bukanlah peristiwa tunggal, melainkan terdiri dari beberapa perkembangan yang saling terkait dan berpuncak pada transformasi dunia Barat, dimana perubahan besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, serta teknologi yang mampu memiliki dampak positif maupun negatif yang mendalam terhadap kondisi, sosial, ekonomi, dan budaya di dunia.
Dari sisi itulah kita dapat melihat bahwa pengaruh perubahan besar akibat revolusi industri hampir memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia. Contohnya, perubahan dari segi teknologi yang mampu menciptakan mesin cetak untuk memudahkan manusia dalam beraktivitas tulis-menulis melalui karyanya.
Munculnya karya sastra yang ditulis oleh manusia seperti buku, koran, majalah dan lain sebagainya dapat memudahkan masyarakat untuk mencari tahu berbagai sumber pengetahuan yang mereka butuhkan. Apalagi di era modernisasi ini masyarakat semakin dimanjakan oleh era digital yang dimana internet sangat mudah diakses menjadikan kemudahan masyarakat dalam mencari ilmu pengetahuan.
Namun di era yang melek teknologi, rendahnya budaya membaca disebabkan oleh masyarakat yang kurang sadar akan manfaatnya. Teknologi yang makin canggih turut meninggalkan budaya membaca. Masyarakat lebih memilih bersosial di media dengan mengedepankan eksistensi daripada membaca e-book karena anggapan mereka membaca adalah hal yang menjemukan.
Teknologi yang semakin canggih diimbangi juga dengan banyaknya media sosial, seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter, Youtube, dan lain sebagainya. Bukan hanya pengaruh digital yang membuat minat baca berkurang, akan tetapi sarana yang minim untuk membaca juga menjadi faktor masyarakat, contohnya perpustakaan.
Apakah perpustakaan ada di dalam ruang lingkup masyarakat dan sekolah? Apakah koleksi buku yang ada masih koleksi lama? Minimnya perpustakan dan koleksi buku-buku yang lama membuat malas orang-orang untuk berkunjung tentunyanya mengurangi minat baca masyarakat. Sehingga memungkinkan masyarakat mengonsumsi berita palsu dengan kebenaran yang belum benar adanya.
Aktivitas membaca juga belum dibiasakan dalam ranah keluarga. Orang tua hanya mengajari anaknya membaca pada level biasa padahal budaya membaca harus dimulai pada usia dini. Orang tua terlalu membiasakan memberikan hadiah berupa mainan yang tidak jelas esensi kebermanfaatannya, seperti memberikan gadget dengan harapan anak bisa belajar membaca dan mendengar.
Namun orang tua tidak melihat apa dampak buruknya saat anak menggunakan gadget, padahal dampak buruknya dapat membuat anak kecanduan game online atau media sosial lainnya, sehingga anak enggan membaca buku sampai menyentuhpun rasanya tidak mau.
Dari situlah anak mulai timbul sikap tidak mampu mengembangkan gagasan. Dalam ranah pendidikan, gagasan adalah hal yang paling penting bagi kaum terpelajar, akan tetapi dengan minimnya gagasan yang mereka miliki akibat budaya membacanya kurang akan menimbulkan rasa tidak percaya diri karena mereka tidak mempunyai referensi yang semestinya mereka sampaikan saat memberikan pendapat atau menyampaikan argumentasi di hadapan orang lain.
Ditambah lagi di dalam bangku sekolah, guru terlalu dominan menggunakan metode ceramah dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat membuat siswa tidak mampu mandiri dalam mencari imformasi tentang ilmu pengetahuan.
Dominannya metode ceramah di sekolah dapat mengakibatkan dampak negatif, contohnya siswa menjadi malas-malasan membaca buku untuk memudahkan siswa berdialektika maupun berdiskusi didalam kelas maupun dilingkungan masyarakat sekitar. Sehingga, referensi yang seharusnya mereka diskusikan soal mata pelajaran malah digunakan melingkar untuk obrolan-obrolan tidak jelas atau bermain game serta bermedia sosial lainnya.
Melihat berbagai aspek persoalan tentang kurangnya minat baca masyarakat dikarenakan tidak adanya kesadaran atas eksistensi secara pribadi tentang apa manfaatnya membaca. Pada dasarnya manusia memiliki unsur kesadaran sejak dia dilahirkan, meskipun manusia dilahirkan diawali dari seorang bayi, akan tetapi akalnyalah yang membuat dia berbeda dengan makhluk lainnya.
Manusia bisa hidup dihutan dengan menjadi Tarzan berbaur dengan kehidupan binatang lainnya, akan tetapi manusia yang dibekali dengan akal yang sempurna disitulah kita dapat membedakan manusia dengan hewan lainnya.
Meski perilaku dan tradisi binatang telah membentuknya, kesadaranlah yang membuat tradisi itu berbeda. Manusia berbeda karena mempunyai unsur kesadaran yang mutlak untuk dirinya, tetapi tidak lantas kasadaran itu harus di kerangkeng dengan logika ketuhanan yang menempatkan dirinya dalam kondisi desterminstik.
Kepasrahan tanpa nalar, kepatuhan tanpa daya tidak dimiliki oleh manusia demikian. Meski dia telah terkonstruksi secara kultrul tradisi namun akalnya selalu mencari kebenaran. (red)