Kesehatan

BPOM: Susu Kental Manis Berdampak pada Stunting

biem.co — Banyak orang tua yang masih mengira bahwa susu kental manis adalah minuman bergizi. Padahal, pemikiran ini tentu tak dibenarkan, terlebih sebagai minuman sehari-hari yang diberikan kepada balita usia 5 tahun ke bawah.

Seperti dilansir dari Tempo, pihak BPOM menyebut bahwa sebagian besar zat yang terkandung dalam susu kental manis (SKM) adalah gula ketimbang protein. Proses pembuatannya dengan menguapkan air dari susu segar. Maka dari itu, SKM bukanlah produk hewani bergizi.

Susu kental pun seharusnya dijadikan bahan pelengkap makanan, bukan diminum seperti susu segar untuk pengganti asupan gizi.

Selanjutnya, BPOM menyatakan bahwa produsen SKM sebaiknya memberikan edukasi, terutama dalam iklan dan kemasan tentang pada siapa saja SKM boleh dikonsumsi. Para produsen diminta mencabut anjuran pada kemasan produk untuk rutin dikonsumsi.

Penelitian yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Yayasan Abhipraya Cendekia Indonesia (YAICI), dan PP Aisiyah di tiga wilayah dengan stunting tertinggi, yaitu Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara pada Oktober 2019 menemukan bahwa SKM berdampak langsung pada gizi buruk anak.

“Apalagi SKM menjadi pengganti ASI, hal itu sangat tidak dibenarkan,” tegas Yayan, perwakilan BPOM.

Hasil penelitian lainnya menyebutkan sebanyak 35,9 persen atau 3 dari 10 anak mengonsumsi SKM setiap hari. Padahal, anak membutuhkan gizi yang lebih dari itu

“SKM tidak cocok untuk balita yang masih sangat membutuhkan lemak dan protein tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan,” sahut Rian Anggraeni, perwakilan Kementerian Kesehatan bidang Direktorat Gizi Masyarakat.

Direktur Kesehatan Keluarga Direktorat Kesehatan Masyarakat Kemenkes dr. Eni Gustiana mencontohkan bahwa di NTT para ibu memberikan ASI hanya 6 bulan, setelah itu mereka melepasnya, karena yakin ada susu lain yang bisa menggantikan.

“Hampir setiap ibu di NTT memberikan SKM sebagai minuman utama anak mereka karena harganya terjangkau, hal ini sudah berlangsung cukup lama. Makanya, NTT memiliki kasus stunting tertinggi se-Indonesia, yaitu 40,3 persen,” pungkasnya. (rai) 

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button