Puisi

Sajak-Sajak Kurnia Hidayati

 

1/4 ABAD USIA MALAM

Dulu atau kini tetap tak bisa kuterka
Malam akan sampai berapa usia
Setengah atau lebih dari satu
Sebab seperempat sudah terasa demikian berat

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Umur ini seolah-olah tanpa tepi
Namun, kematian serupa teliksandi dalam sepi
Mengintai dan mencuri.

Bukan setahun atau dua tahun.
Tapi seperempat abad usia malam memanjang mengisi hari-hari.
Tak bisa semuanya kuingkari bagaimana kehidupan berjalan semenjak pagi.

Akan ada saat tak bisa kulihat pijar rembulan di langit pekat.
Ada saat di mana tulisan ini menjadi riwayat yang dikisahkan usai lepasnya hayat.

Bukan setahun dua tahun. Tapi seperempat abad. Malam-malam bergantian, berjalinan ingatan; rangkaian ketakutan!

Batang, 5 Januari 2019

 

BUKU BERSAMPUL COKELAT TANAH
; kepada Alm. Kakek

I/
“Sampulnya cokelat tanah, memagut lembaran-lembaran yang nyaris terpisah ….”
hanya bisu buku tua yang berkeras menahan goresan tinta
kerinduanku membentang bagai gulungan kanvas panjang
bersama kuas-kuas kesedihan dan luntur warna dihujani air mata.
sebab, lukisan waktu telah kau ciptakan terlebih dahulu di antara kesunyian tulisan
dan usia yang berpamitan

II/
Tulisan-tulisanmu begitu rapi memotret tanda-tanda hari perihal peristiwa terhitung mundur meningkahi hari-hari udzur.
Di lembaran buku harianmu yang sewarna cakrawala senja aku menyaksikan kegelisahan
Di antara huruf dan tumpah tinta
Hari dan tanggal-tanggal almanak
Menanti detik kematian

III/
Apakah kau juga mengenaliku sebagai cucu selepas kata pulang menepuk punggung dan mengucapkan selamat tinggal yang panjang
Tanpa kata-kata aku tak mungkin mengenang nama, darah, dan silsilah takdir yang mengucur ke dalam dada
Kini, hanya buku bersampul cokelat tanah yang mampu kubaca untuk mengenangmu sebagai moyang
Kendati kita tak pernah bersua wajah

Batang, 31 Oktober 2016

 

MENGEMAS KESAN DAN PESAN

wajah-wajah itu, setahun lalu kukenali barangkali sedetik lagi kan kutinggal pergi. entah kata-kata apa yang tergurat dalam surat, jika menuliskannya terasa amat berat. mungkin bukan puisi atau cerita imajinasi. hanya ucapan sederhana usai tumpahnya tinta
pada lembar-lembar kertas di atas meja.

Tak kunafikkan bahwa perpisahan itulah jodoh pertemuan
Segala di dunia tercipta lengkap dengan pasangan
; Yang datang akan pergi
Yang ada akan binasa

Hari ini kelak jadi kenangan esok hari
Tapi ingatan bukanlah tulisan yang mudah dihilangkan sebab penghapusan
Ingatan adalah pertanda bahwa kita manusia yang masih pandai menyimpan tawa dan air mata.
Hari itu kukemasi kesan dan pesan yang tertulis malu-malu dari selembar kertas sobekan buku
Terima kasih telah menjadi bagian
dari setiap ingatan
aku harus pergi
mungkin esok tak akan ada lagi hari seperti ini

Batang, 28 April 2019

 

PADA LINDAP MATA IBU

1/
Pada lindap mata ibu, kutemukan pantulan
serupa cermin yang setia pada bayangan. terbaca doa-doanya saat malam nyaris tumbang mengekang cahaya.
ibu adalah perempuan yang piawai menyembunyikan
sedih dan kelelahan
di sepasang bola mata tua yang dipagut kerut kelopaknya
Namun, di lindap matanya tak ada lagi tabir
meskipun acapkali kebenaran dunia nampak buram dan samar-samar

2/
oh ibu, mengapa harus dengan lindap mata kau mengarungi hari-hari
menjelang senja?
yang ditandai dengan batuk-batuk, pegal sekujur badan, dan isakan dalam diam
di kegelisahan kau menenangkan
di kerapuhan kau menguatkan
di sujud-sujudmu kau mendoakan
keselamatan dan kebahagiaanku kendati melankolia kehidupan tiada bisa kita rencanakan

3/
pada lindap mata ibu aku ingin mengganti pantulannya
dengan pijar bening dan kemilauan
seperti cinta tanpa muara di sungai doa-doa

Batang, 9 November 2016

 

TAHLIL BIJI KOPI*
; kepada Alm. Slamet Riyadi Sabrawi

i.
bukan sekedar rempah yang tumpah ke curam cangkir
rindu kehangatan menebar tanpa akhir
pahitnya di lidah menyisakan kehampaan sebuah nama
yang mangkat sendiri meninggalkan puisi-puisi
tahlil biji kopi larut dalam buih dan putaran tatkala sendok memainkan keheningan
di antara malam yang berayun dari rindu ke rindu
bersama metafora dan segala makna

ii.
Hanya dengan puisi dan pagutan pahit kopi yang terseduh sedih
Aku mengenangmu
Semenjak hujan turun di kotamu bersama kabar sungkawa
Nestapa kata-kata dan kesunyian karya-karya
Tahlil biji kopi bersama doa-doa kusampaikan kepadamu
Sebagai isyarat salamku kendati hingga kini kita luput untuk bertemu

Batang, 23 Oktober 2016
*balasan puisi karya Alm. Slamet Riyadi Sabrawi yang berjudul “Kopi (Pekalongan) Tahlil”

 

KEPADA YANG BERLEPASAN
: untuk Bambang Indriyanto

i.
semenjak sunyi meruami rahim bunda,  isyarat takdir pun terbaca
sembilan purnama kita berdiam di gulita garba
bunda menitipkan doa-doa bersahaja di antara was-was dan debaran dada
mengiringi minggu-minggu kandungan
dalam masa-masa penantian
bisiknya, “tegak dan berdirilah seumpama karang!
Kendati kefaanaan dunia acapkali membikin kau guncang!”

ii.
kepada yang berlepasan
kini kita saksikan almanak repih bergantian, detik-detik jam renta, dan kenangan yang menciptakan jalan teramat panjang
Di belakang
Kita boleh menoleh tapi urung pulang
Alur kehidupan telah melangkah jauh menghabiskan berbulir asin peluh
dan kebahagiaan silih berganti dengan luka yang menyapa tiba-tiba
Namun, begitulah rupa usia
Baik-buruk harus senantiasa kita pagut kehadirannya

iii.
Tak sekedar uban atau rambut legam
Atau angka lahir di tanda pengenal
Bukankah usia mula-mula hanya hitungan jam?
Kemudian hari, kemudian tahun, lantas menimbun pengharapan
Melansir kabar waktu yang terlepas hingga tiba hari ulang tahun
yang menghadiahi diri bukan dengan lilin
tapi dengan peringatan-peringatan

iv.
Selamat merayakan yang berlepasan
meskipun tak ada irisan kue tart dan riuh tepukan tangan
lagu-lagu berulang serupa masa belia
atau kado sedih-bahagia yang berkelindan
tapi hari seusai hari ini akan selalu ada
di mana kita senantiasa diperingatkan
untuk pulang ke muasal tualang

Batang, 2016


Kurnia NugrahaKURNIA HIDAYATI lahir di Batang Jawa Tengah, 1 Juni 1992. Guru di SMP N 6 Batang. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di media massa lokal dan nasional. Tulisannya pernah dimuat di Media Indonesia, Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, Indopos, Riau Pos, Suara Karya, Banjarmasin Pos, Pos Bali, Bandung Ekspress, Majalah Sastra Kalimas, Minggu Pagi, Joglosemar, Ogan Ilir Ekspress, Buletin Jejak, Haluan Padang, Koran Merapi, Radar Surabaya, Suara NTB, Metro Riau, Solopos, Harian Cakrawala Makassar, Harian Bhirawa, Tabloid Duta Selaparang, Radar Seni, Radar Pekalongan, Buletin Mantra, mayokoaiko.com, unsa27.net, C-Magz, dan lain-lain. Buku puisi tunggalnya berjudul “Senandika Pemantik Api” terbit tahun 2015.

 

Editor: Esih Yuliasari

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ragam Tulisan Lainnya
Close
Back to top button