InspirasiOpini

Mewacanakan Wacana Bahasa Indonesia untuk Bahasa ASEAN

Oleh : Ferdiyan Ananta *

Berbeda dengan Irwan Abu Bakar yang berbicara berdasarkan data, novelis kenamaan Singapura yang menjadi langganan penerima penghargaan sastra di negaranya dan juga pernah mendapatkan anugerah tokoh sastra ASEAN 2017, Rohani Din, mengungkap bahasa Indonesia berdasarkan pengalamannya. Ia menceritakan tentang begitu banyak perjalanan luar negeri yang ia tempuh. Di sana, dalam berbagai kesempatan ia mendapatkan kenyataan bahwa banyak sekali orang yang ia kira akan mengajaknya berbicara dengan bahasa Inggris ternyata mengajaknya berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Misal di sebuah kedai buku, ia bertemu dengan seorang laki-laki Inggris sedang berada di toko buku di Joo Chiat Complex, Singapura. Ia mengajak bicara lelaki itu dengan bahasa Inggris, tapi ternyata lelaki itu mengajak berbicara Rohani Din dengan bahasa Indonesia.

Rohani Din juga mengutarakan bahwa publik Singapura sesungguhnya telah akrab dengan bahasa Indonesia melalui program televisi Indonesia yang masuk ke Singapura dan lagu-lagu yang viral di negara singa putih tersebut. Karena itu, baginya, jalur seni popular dapat menjadi jalur penting yang perlu ditempuh untuk menduniakan bahasa Indonesia. Suatu pandangan yang, menurut saya, memang layak ditempuh. Kita dapat mengambil pelajaran dari lagu Lathi yang viral di seluruh dunia dengan jumlah penonton lebih dari 100 juta di YouTube. Lagu dengan aransemen apik yang menggabungkan nuansa tradisional dan urban yang diciptakan oleh grup disjoki Weird Genius tersebut secara tidak langsung telah menghadirkan bahasa Jawa, Indonesia, ke kancah dunia. Sebagaimana BTS yang begitu tangguh dihadirkan kepada dunia untuk memperkenalkan budaya, perekonomian, dan tentu saja bahasa Korea Selatan, Indonesia memiliki potensi yang tidak kalah besar, bahkan jauh lebih kaya dalam hal potensi seni dan kesenian.

Sejalan dengan Rohani Din, pegiat sastra Brunei Darussalam, Sosonja Khan, mengaku bahwa ia telah sangat akrab dengan bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah, di antara Sunda, Jawa, dan Minang melalui lagu-lagu dan pertunjukan wayang yang telah ia temui sejak usia 12 tahun. Keakrabannya dengan bahasa Indonesia membuatnya begitu mantap menyatakan bahwa bahasa Indonesia terasa berbeda dengan bahasa lain yang ia kuasai. Katanya, bahasa Indonesia itu lunak dan mulus apabila dituturkan. Setiap perkataannya sedap didengar apalagi dengan adanya nada-nada tertentu apabila menyebutnya. Setiap ayatnya bagai sebuah melodi yang mempunyai daya tarikan yang luar biasa. Semakin lama memahami bahasa Indonesia, ia semakin tertarik. Tidak tanggung-tanggung, rata-rata buku sastra yang ia koleksi adalah buku sastra Indonesia.

Penulis yang akrab dengan mendiang W.S Rendra ini melihat penggunaan bahasa Indonesia yang begitu meluas di kalangan rakyat Indonesia adalah bentuk kesuksesan menggalakkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa persatuan. Hal tersebut, berbeda dengan beberapa negara di Asia Tenggara yang cukup diancam oleh dominasi bahasa asing. Menurut Sosonja, itulah yang menjadi sebab penting bagi bahasa Indonesia yang semakin mantap dari masa ke masa menjadi bahasa yang layak diperhitungkan dunia.

Dengan kata lain, ia menekankan bahwa sesungguhnya menginternasionalisasikan bahasa Indonesia dapat dimulai dengan potensi utama yang dimiliki bahasa Indonesia, yakni rakyat Indonesia itu sendiri. Misal dengan memberikan tugas kepada diaspora Indonesia untuk membuat kelompok-kelompok bahasa Indonesia atau melalui internasionalisasi karya-karya seni Indonesia.

Saya cukup terkejut membaca tulisan Sosonja Khan yang agak bertabur ungkapan superelatif mengenai bahasa Indonesia, mengingat ia adalah warga negara Brunei Darussalam. Memerlukan keberanian lebih untuk dapat menyatakan “rasa berbahasa” yang sedemikian di dalam ruang wacana internasional ini. Saya belum dapat menanggapi mengenai apa yang ia sebut sebagai bahasa Indonesia yang lunak dan sebagainya, sebab memerlukan hasil kajian yang mendalam. Terlebih tulisan Sosonja Khan bukan tulisan yang berdasarkan hasil kajian, melainkan hasil pengalaman pribadi yang pada pembacaanya, ianya tidak memerlukan pembuktian, sebab pengalaman senantiasa menjadi bukti bagi yang mengalami dan menjadi tugas bagi yang ingin memastikan kebenaran pengalaman tersebut.

Beranjak ke Thailand, Mahroso Doloh, penyair Thailand yang karyanya diterbitkan oleh beberapa penerbit Malaysia dan Indonesia, memandang keberadaan dan keberkembangan bahasa Indonesia lebih dari sekadar bahasa bagi dirinya sebagai seorang warga negara Thailand yang tinggal di Patani, daerah selatan yang mayoritas muslim dengan latar kebudayaan Melayu, baik bahasa maupun corak sosialnya.

Ia menuturkan, dengan ditempatkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa yang digunakan di rantau ASEAN dapat menjadi penguat ingatan masyarakat Thailand Selatan terhadap bahasa ibundanya, yakni Melayu Patani. Katanya, “Penduduk warga Melayu Patani di bawah kekuasaan Kerajaan Thailand hampir 400 tahun, membuat kosa kata bahasa Melayu Patani semakin lenyap dikarenakan bahasa Thailand lebih mempengaruhi warga Melayu Patani dibandingkan dengan bahasa Melayu,”, karena itu tidak berlebihan jika ia berani mengatakan bahwa keberadaan dan keberkembangan bahasa Indonesia akan membangkitkan semangat penduduk Melayu Thailand untuk selalu menjaga kesadaran tentang dari mana mereka bermula.

Sejauh pengamatan Mahroso, bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik di Thailand melalui jalur pendidikan. Banyak pemuda Thailand yang mendapatkan beasiswa melalui instansi pendidikan Indonesia, baik negeri maupun swasta. Ini menarik! Pelajar Indonesia ke luar negeri dapat dititipkan pemasyarakatan bahasa Indonesia kepada dunia, sebaliknya banyak pelajar luar negara Indonesia yang dapat diperkenalkan dan diberi pemahaman mendalam tentang bahasa Indonesia. Ketika masing-masing mereka pulang ke negara mereka, dapat membawa semangat bahasa Indonesia. Ibarat aliran air jernih di hulu, jernih di hilir. Apa yang disampaikan Mahroso di dalam esainya ini, dapat dipisah sebagai suatu rumusan penyebaran bahasa Indonesia melalui jalur pelajar-pelajar asing di Indonesia.

Editor: Muhammad Iqwa Mu'tashim Billah
Previous page 1 2 3 4Next page

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button