Ketahanan PanganTeknologiTerkini

Asep Mulya Hidayat: Dampak Kenaikan Harga Telur terhadap Stunting

SERANG, biem.co – Telur mengandung banyak nutrisi penting seperti protein, vitamin D, vitamin B12, dan selenium yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Secara langsung, kenaikan harga telur memang tidak berdampak langsung pada stunting, yaitu kondisi di mana pertumbuhan anak terhambat dan terlambat karena kurangnya gizi yang cukup. Namun, kenaikan harga telur bisa berdampak pada ketersediaan makanan yang memadai bagi keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi.

Hal itu disampaikan Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Banten, Asep Mulya Hidayat.

“Ketika harga telur naik, keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi mungkin akan kesulitan untuk membeli makanan yang bergizi, termasuk telur, karena harga yang lebih mahal. Akibatnya, mereka mungkin akan mencari alternatif makanan yang lebih murah dan kurang bergizi, seperti makanan cepat saji atau makanan yang tinggi gula dan lemak. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan nutrisi dan berkontribusi pada stunting pada anak-anak,” ungkapnya.

Menurut Asep, jika keluarga tidak dapat membeli telur karena harganya yang lebih mahal, anak-anak mereka mungkin kekurangan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang sehat dan terhambat dalam pertumbuhannya, yang dapat menyebabkan stunting.

“Namun, penting untuk diingat bahwa stunting disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kurangnya asupan nutrisi, infeksi, sanitasi yang buruk, dan praktik makan yang buruk,” ucapnya.

“Oleh karena itu, kenaikan harga telur hanya bisa menjadi salah satu dari banyak faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan makanan yang memadai bagi keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi dan berkontribusi pada stunting pada anak-anak,” sambung Asep.

Ia mengatakan bahwa penyebab harga telur naik adalah produksi yang memang sedang turun, di mana populasi betina produktifnya sedang turun.

“Selain itu juga pakannya naik, so biaya produksi naik, volume produksi turun biaya produksi naik,” terangnya.

Ia menyebut tempe bisa menjadi alternatif lain sebagai substitusi karena harganya lebih murah. Namun, ketika membicarakan tentang kandungan protein, telur mengandung lebih banyak protein daripada tempe.

“Sebuah telur memiliki kira-kira 6 gram protein, sedangkan 100 gram tempe hanya mengandung sekitar 18 gram protein. Oleh karena itu, jika mempertimbangkan protein, telur lebih baik sebagai sumber protein dari pada tempe,” jelas Asep.

Meski begitu, menurutnya tempe memiliki keunggulan dalam hal nutrisi lainnya. Tempe adalah sumber protein nabati yang baik, serta mengandung serat, vitamin, mineral, dan antioksidan yang penting untuk kesehatan tubuh. Selain itu, tempe juga mengandung lebih sedikit lemak dan kolesterol daripada telur, sehingga dapat menjadi pilihan yang lebih sehat.

“Dalam memilih sumber protein, penting untuk mempertimbangkan seluruh gambaran nutrisi dan harga. Jika mempertimbangkan protein saja, telur lebih banyak mengandung protein daripada tempe. Namun, jika mempertimbangkan nutrisi lainnya dan harga, tempe dapat menjadi pilihan yang lebih baik,” pungkasnya. (Red)

Editor: Muhammad Iqwa Mu'tashim Billah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button