biem.co — Saat ini, informasi telah masuk dalam jajaran kebutuhan pokok masyarakat. Arus informasi yang sangat pesat menjadikan manusia semakin haus akan informasi. Tak hanya bagi yang kalangan kelas atas, masyarakat menengah ke bawah juga membutuhkan informasi dalam keseharian mereka sebagai kebutuhan untuk menjalani aktivitas.
Media sebagai penyedia informasi tentu menjadi sangat lekat dengan manusia, terlebih peran media sebagai sarana hiburan. Di masa pandemi Covid-19 ini, pemerintah dengan lantang menyerukan gerakan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah.
Media sebagai sarana hiburan sangat berkaitan dengan fenomena new media. New media atau media baru adalah konvergensi antara teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan (Efendi, Astuti, & Rahayu, 2017).
Selama masa pandemi Covid-19 ini, penggunaan new media cenderung terus meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena new media memiliki keunggulan lebih jauh dibandingkan dengan media konvensional. Menurut Puspita (2015), keunggulan new media adalah kemampuannya untuk memanjakan masyarakat melalui kemudahan pencarian informasi dan berkomunikasi yang ditawarkan.
Baca Juga
Seiring dengan derasnya arus informasi di masa pandemi ini, kemampuan manusia juga terus tumbuh dan mengalami perkembangan. Kecepatan arus informasi juga berpengaruh terhadap aspek kognitif manusia, yang kemudian mewujud pada pilihan sikap dan tindakan manusia dalam menghadapi sesuatu. Misalnya, dalam hal memilih media atau konten informasi yang hendak dikonsumsi.
Dalam hal ini, manusia telah menjadi subjek yang aktif. Kecerdasan teknologi telah mendorong manusia untuk memiliki kemampuan dan kekuasaan terhadap informasi yang hendak dipilih dan kemudian dicerna dalam benaknya. Teori yang sangat tepat untuk menjelaskan realitas ini adalah teori use and gratification oleh Elihu Katz, Jay G. Blumer, dan Michael Gurevitch.
Teori use and gratification pada intinya menganalisis audiens atau khalayak yang menggunakan media berdasarkan motivasi tertentu. Ketika khalayak merasa bahwa kebutuhan dan kepuasan terhadap media sudah terpenuhi, media tersebut dapat dikatakan sebagai media yang efektif (Arifin, 2013).
Dalam teori ini, konsumen media memiliki kebebasan dalam menentukan media apa yang hendak digunakan dan bagaimana media tersebut berdampak pada dirinya (Amalia, 2015). Aktivitas tersebut kemudian ditegaskan oleh teori jika audiens dianggap sebagai agensi aktif dan telah melek media dengan baik, maka mereka paham atas harapan dan kepuasan yang mereka harapkan (Arifin, 2013).
Esai ini hendak menganalisis peningkatan akses media yang terjadi di masyarakat melalui new media dan media konvensional. Dengan didukung oleh teori use and gratification, penulis hendak mengkolaborasi analisis peningkatan akses media sebagai dampak langsung dari gerakan WFH dengan motif-motif masyarakat dalam mengakses media.
Dampak langsung dari gerakan WFH selama pandemi Covid-19 adalah peningkatan traffic penggunaan media sosial yang cukup signifikan. Pernyataan ini diperoleh melalui hasil survei oleh lembaga Kantar. Lembaga Kantar menyatakan bahwa WhatsApp merupakan salah satu aplikasi yang jumlah penggunanya meningkat drastis selama masa pandemi ini.
Di Indonesia, pengguna whatsapp mengalami kenaikan mencapai 40%. Sedangkan di negara lain, lonjakan pengguna whatsapp mencapai sekitar 51%. Lonjakan jumlah pengguna WhatsApp ini dilandasi oleh keunggulannya dalam hal konsumsi paket data. Whatsapp menjadi salah satu aplikasi yang ramah paket data karena basis media tersebut berupa pengiriman teks yang tidak memerlukan banyak paket data.
Biaya yang murah dalam penggunaan WhatsApp merupakan keunggulan yang sangat tepat di masa pandemi ini, mengingat bahwa banyak masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan hingga pemutusan hubungan kerja di masa pandemi Covid-19 ini. Selain itu, pengiriman teks dalam media ini juga sangat cepat, yakni 0,52 detik (Prabawati, 2014).
Meskipun biaya penggunaan WhatsApp ini murah, tetapi transmisi informasi yang dihasilkan bisa sangat cepat. Transmisi informasi yang cepat menjadi kebutuhan utama di masa pandemi ini mengingat ruang gerak masyarakat yang sangat terbatas, yakni di rumah saja. Biaya yang murah dan kecepatan transmisi informasi menjadi motif peningkatan jumlah pengguna WhatsApp di masa pandemi Covid-19 ini.
Selain WhatsApp, jumlah pengguna media sosial Instagram juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Survei dari platform Klear membuktikan bahwa pengguna Instagram mengalami kenaikan dalam setiap minggu. Dalam studinya, Klear memaparkan bahwa dalam dua minggu terlihat perubahan bahwa rata-rata pengguna Instagram mengunggah Story sebanyak 6,1 kali dalam sehari.
Impresi Stories Instagram juga meningkat sampai dengan 21 persen selama periode tersebut (Patardo, 2020). Hal ini sangat berkaitan erat dengan fungsi Instagram sebagai media yang identik dengan pengekspresian diri. Meskipun hanya tinggal di rumah, Instagram menjadi media untuk mendorong penggunanya tetap eksis dan dikenal oleh orang lain melalui dunia maya. Hal tersebut merupakan salah satu motif mengapa jumlah pengguna Instagram mengalami peningkatan selama WFH.
Di samping peningkatan jumlah penggunaan dalam platform WhatsApp dan Instagram, rupanya YouTube sebagai video sharing-platform juga mengalami peningkatan. Dengan menggunakan kata kunci “Homeschool”, jumlah video yang beredar telah meningkat 120 persen sejak 13 Maret 2020. Masyarakat, secara khusus kalangan akademisi atau mahasiswa menggunakan media YouTube sebagai media untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka memperkaya ilmu atau mencari referensi ketika WFH sedang terjadi.
Secara tidak langsung, YouTube telah menjadi media belajar secara daring, mengingat bahwa kegiatan di sekolah maupun kampus di masa pandemi ini terhenti. Keunggulan YouTube yang di dalamnya terdapat banyak video yang berisi tentang pembelajaran atau materi kuliah menjadi motif utama masyarakat mengakses media YouTube. Dari aktivitas pencarian informasi melalui media YouTube, masyarakat kemudian memperoleh kepuasan dari informasi yang telah diperoleh.
Selain media sosial, penggunaan media konvensional berupa televisi juga mengalami peningkatan selama masa pandemi Covid-19. Nielsen Television Audience Measurement (TAM) mencatat bahwa mulai pertengahan Maret 2020, rata-rata kepemirsaan televisi di 11 kota meningkat (Andriani, 2020).
Peningkatan juga terjadi pada durasi menonton TV yang melonjak lebih dari 40 menit dari rata-rata 4 jam 48 menit di tanggal 11 Maret dan menjadi 5 jam 29 menit pada 18 Maret. Masih dalam Andriani, Katherina sebagai Executive Media, Nielsen Indonesia menambahkan bahwa pemberitaan tentang covid-19 dan kebijakan untuk tinggal di rumah berkontribusi pada peningkatan kepemirsaan program berita sebanyak 25 persen.
Meskipun tergolong dalam media konvensional, televisi masih menjadi salah satu media yang digemari masyarakat karena biaya yang murah. Pengguna televisi (kecuali menggunakan layanan televisi satelit) tidak perlu membayar biaya langganan akses informasi. Pengguna televisi hanya cukup membeli televisi dan membayar biaya penggunaan listrik yang sangat terjangkau.
Di samping itu, televisi juga dapat menampilkan informasi dalam bentuk audiovisual. Informasi yang disampaikan menjadi lebih menarik karena didukung oleh aspek audio dan visual secara bersamaan. Biaya yang murah dan penyampaian informasi yang menarik menjadikan televisi sebagai media informasi yang masih sangat laku di masyarakat.
Kombinasi antara biaya yang murah dan pengemasan informasi yang menarik telah memberikan kepuasan masyarakat dalam mengakses informasi. Melalui televisi, masyarakat dapat mengakses berita mengenai perkembangan pandemi Covid-19 dengan biaya murah, namun dengan pengemasan berita yang menarik. (*)
E. Sa’diyah, Mahasiswi Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jurusan Magister Administrasi Publik.