biem.co — Pada awal tahun 2020 dunia digegerkan oleh virus Covid-19 yang penyebarannya cukup cepat. Virus yang berawal dari negeri tirai bambu tersebut dengan cepatnya menyebar ke pelosok dunia hingga melumpuhkan banyak sektor di beberapa negara, salah satu di antaranya adalah negeri kita. Indonesia tak luput dari penyebaran virus tersebut, hingga seruan “Utamakan kesehatan!”, “Rajinlah cuci tangan!”, dan “Jangan lupa pakai masker!” selalu bergema pada setiap lini kehidupan bermasyarakat saat ini.
Dari sekian banyak sektor yang lumpuh, momok yang paling menyeramkan adalah lumpuhnya pendidikan di Indonesia saat ini. Sekolah mendadak harus dirumahkan untuk menghindari meluasnya penyebaran virus tersebut. Guru-guru dituntut harus piawai dalam berteknologi ketimbang cakap menulis di papan tulis. Anak-anak belajar tanpa pantauan langsung dari guru, hal tersebut berdampak menurunnya motivasi belajar siswa. Lebih parahnya, orangtua siswa yang semula bukan berprofesi sebagai guru mereka harus banting stir menjadi guru anak-anaknya di rumah. Satu tanya yang kini timbul, Ketika sebuah pekerjaan dipegang oleh yang bukan bidangnya apakah hal tersebut bisa mendapatkan sesuatu yang maksimal? Sungguh menyedihkan membayangkan hal itu, ditambah lagi semakin banyaknya pemberitaan buruk mengenai proses pembelajaran masa pandemi ini.
Pendidikan adalah potret utama masa depan seseorang. Sementara guru sebagai jembatan siswa dengan dunia pendidikan saat ini tak bisa lagi menyetir penuh proses pendidikan. Siswa sebagai pelaku pendidikan juga tidak bisa menikmati indahnya mengenyam pendidikan di sekolah secara langsung. Banyak proses baru yang perlu dilalui dan terasa masih asing. Keasingan tersebutlah yang bisa menjadikan lemahnya proses pendidikan. Jika dimaterikan, kerugian yang di alami dunia pendidikan tidak bisa dihitung dengan materi, karena tidak akan ada yang bisa membayar moral dan mental siswa yang hilang sebagai dampak hilangnya proses pembelajaran langsung di sekolah. Tak ubahnya pedagang yang harus gulung tikar karena kehilangan pelanggan yang tidak bisa bebas berkeliaran, sekolah-sekolahpun ikut berjalan terseok dalam menggali pendidikan di era ini.
John Dewey (1958) berpendapat bahwa: Pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (education is the proses without end), dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental baik menyangkut daya pikir daya intelektual maupun emosional perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Oleh karena itu, proses belajar menjadi kunci untuk keberhasilan pendidikan agar proses belajar menjadi berkualitas membutuhkan tata layanan yang berkualitas (Sagala, Syaiful. 2013).
Berdasarkan pernyataan tersebut kita dapat ketahui bahwa pendidikan harus tetap berlangsung dalam keadaan apapun. Tak menutup kemungkinan pada saat seperti ini pun, pendidikan harus tetap berlangsung. Upaya pemerintah dalam memutus penyebaran virus covid-19 ini memunculkan kebijakan baru dari pemerintah agar masyarakat melakukan pembatasan sosial berskala besar. Sekolah menjadi salah satu tempat yang diberikan kebijakan tersebut. Namun, pemerintah tetap melakukan upaya agar sekolah tetap bisa berlangsung. Salah satu upaya pemerintah dalam proses pembelajaran pada masa ini adalah dilaksanakannya kegiatan belajar mengajar dengan sistem online atau sistem dalam jaringan (daring) sejak bulan Maret 2020. Sistem pembelajaran daring tersebut membuat siswa dan guru tetap bisa melakukan proses pembelajaran walaupun tanpa tatap muka langsung di kelas dengan sistem pembelajaran jarak jauh. Dengan adanya sistem pembelajaran jarak jauh ini menyebabkan banyak sarana yang pada akhirnya diterapkan oleh tenaga pendidik. Sarana tersebut kini menjadi sangat dibutuhkan sebagai penunjang keberlangsungan proses pembelajaran jarak jauh. Sarana pembelajaran tersebut di antaranya aplikasi google meet, aplikasi zoom, google classroom, youtube, televisi, maupun media sosial whatsapp. Di mana semua sarana tersebut dihasilkan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju.
Namun dengan sistem pembelajaran yang saat ini diterapkan oleh pemerintah tidak menutup kemungkinan munculnya masalah-masalah dalam proses pembelajaran. Jika kita ambil dari sudut pandang guru yang menjadi pelaku utama pendidikan, ada banyak sekali masalah yang didapat dari proses pembelajaran jarak jauh ini. Kebiasaan guru mengajar secara langsung tak bisa diputar balik langsung semudah memutar telapak tangan. Masih ada banyak guru yang belum melek teknologi menjadikan guru tersebut sangat kesulitan menjalani proses pembelajaran jarak jauh. Ada banyak guru juga yang merasa tidak bisa maksimal dalam mendidik siswanya karena tidak adanya pemantauan langsung. Belum lagi siswa yang tiba-tiba meninggalkan kelas dengan berbagai alasan krusial yang seolah dibuat-buat, membuat guru tidak bisa berbuat banyak untuk melarangnya. Kedekatan antara guru dan siswapun menjadi hilang.
Kesulitan yang dialami siswapun sebanding dengan yang dialami guru. Masih banyak juga siswa yang belum melek teknologi. Kesadaran akan pentingnya belajar siswa masih sangat rendah, ditambah lagi pembelajaran jarak jauh yang seolah mendukung siswa yang malas belajar. Motivasi belajar menurun drastis, tingkat strespun meningkat. Karena rendahnya interaksi sosial yang dilakukan oleh siswa. Belum lagi masalah sinyal yang jika cuaca sedang tidak menentu bisa hilang timbul atau bahkan siswa yang tinggal di wilayah yang sulit dijangkau sinyal membuat siswa menjadi tertinggal dalam proses belajar dan membuat siswa menjadi tidak maksimal dalam mendapatkan hasil pembelajaran.
Sementara itu, penyebaran covid-19 masih terus berjalan dan memang masyarakat kini harus terbiasa hidup Bersama dengan covid-19. Wacana mengenai dibukanya sekolah secara normal pun belum santer terdengar. Jika pembelajaran jarak jauh ini berlangsung lebih lama lagi, entah akan jadi seperti apa siswa-siswa yang disebut generasi covid-19 di masa depan nanti. Semakin lama siswa akan semakin terlena dengannya, motivasi belajar semakin lama pun kian memudar. Belajar sembari terlentang bahkan sampai tertidur. Karena sejatinya takkan ada satupun materi yang bisa ditangkap di alam mimpi, hal itu yang tentukan akan menjadi penyebab menurunnya tingkat kecerdasan anak.
Untuk itu, pandemi ini tidak bisa kita anggap remeh karena menyangkut masa depan anak didik dan juga negara kurang lebih 20 tahun ke depan yang akan dipegang oleh generasi saat ini. Jika kita sama-sama mematuhi protokol kesehatan, penyebaran virus covid-19 bisa segera terhenti dan anak-anak kita bisa kembali bersekolah dengan nyaman. Kembali mengukir masa depan bersama guru mereka. Kembali menggali motivasi belajar demi menyambut masa depan yang gemilang.
Penulis adalah Guru di SMAN 3 Kabupaten Tangerang.