Opini

Eko Supriatno: Gawat Darurat Corona

Gawat Darurat Corona
oleh: Eko Supriatno

“Jika pohon terakhir telah ditebang, ikan terakhir telah ditangkap,
sungai terakhir telah mengering, manusia baru sadar
bahwa uang tak bisa dimakan.”

                                  Pepatah Indian

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Tahun 2020 belum lama berjalan, namun dunia dikejutkan dengan kemunculan virus mematikan. Virus Corona Wuhan, atau virus n-CoV pertama kali merebak di kota Wuhan, Tiongkok dan menyebar dengan masif hingga ke berbagai negara. Virus yang masih satu keluarga dengan virus penyebab flu hingga MERS dan SARS ini sangat berbahaya.

Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada Selasa (11/2/2020) pukul 10:53 WIB, sudah ada 43.108 kasus Corona di seluruh dunia. Korban jiwa sudah lebih dari 1.000 orang, tepatnya 1.018. Kasus serangan virus Corona memang terbanyak terjadi di China yaitu 42.644. Namun bukan berarti mereka yang berada di luar China bisa berleha-leha. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa kasus Corona di luar China bisa jadi hanya puncak gunung es, tidak menggambarkan kengerian yang sebenarnya.

Keganasan Corona terbukti dari daya bunuhnya yang luar biasa. Berbeda pula dengan virus SARS yang korbannya bisa ditolong dengan kombinasi antibiotik, virus Corona belum ada penangkalnya. Daya bunuh itulah yang menyebabkan jumlah korban Corona tergolong tinggi.

Dampak penyebaran itulah yang harus diperhitungkan, termasuk oleh Indonesia. Corona menular melalui kontak langsung, ini artinya, kemungkinan penularan antar manusia sangat tinggi.

Manusia mulai menyadari, planet bumi menghadapi ancaman serius. Bahkan ada ketakutan bumi tak bisa ditempati lagi. Film-film fiksi ilmiah, jujur juga dipicu ketakutan semacam ini. Manusia tak lelah mencari planet alternatif yang mungkin bisa ditempati.

Keadaan ini sungguh memprihatinkan dan mencemaskan. Wabah Corona telah menjadi ancaman serius yang perlu segera diantisipasi dan diatasi bagi banyak negara saat ini. Meskipun negeri kita Indonesia secara geografis letaknya jauh dari kota Wuhan, namun mungkin saja kita tetap merasa was-was. Pergerakan manusia dari wilayah yang terkontaminasi mungkin saja turut membawa masuk virus tersebut ke tanah air.

Corona sebenarnya dipicu karena perubahan iklim juga. Sayang dalam upaya menyelamatkan bumi, negara-negara maju dan berkembang belum satu visi. Negara maju sudah bisa mengembangkan teknologi untuk melawan pemanasan global. Tetapi negara-negara maju masih ada yang enggan berbagi.

Hingga kini masih ada negara maju yang keberatan  membatasi produksi karbon. Mereka hanya  tertarik pada mekanisme jual-beli karbon lewat bantuan ke negara-negara yang masih punya hutan tropis seperti Indonesia.

Tenang saja! kita tak harus panik menghadapi keganasan virus Corona, yang oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah dinyatakan sebagai penyakit berstatus darurat kesehatan global. Namun tak bersikap hati-hati juga berbahaya. Meski Indonesia terletak jauh dari episentrum penyebaran Corona di Wuhan, Tiongkok, kehati-hatian tingkat tinggi harus tetap diberlakukan. Apalagi sampai sekarang belum ditemukan vaksin yang mustajab untuk mengatasi keganasan virus ini.

Maka, cara paling efektif menurut penulis adalah:

Pertama, merawat dan mengisolasi mereka yang terjangkit. Sembuhnya penderita pun tak berarti bahaya telah berlalu. Sebab, penderita yang telah pulih masih bisa menularkan virus hingga tujuh pekan setelah dinyatakan sembuh. Masalahnya, dengan mobilitas global manusia antarkawasan yang begitu tinggi, isolasi juga mustahil dilakukan. Itu sebabnya, sudah waktunya pemerintah memikirkan langkah lebih serius untuk mencegah penularan. Jika selama ini pemerintah hanya mengimbau warga Indonesia agar membatalkan kunjungan ke negara episentrum Corona, sudah waktunya memperketat larangan itu.

Misalnya, membuat daftar negara yang terlarang dikunjungi. Ini memang tak sesuai dengan imbauan WHO yang tak menginginkan pelarangan total. Namun, jika wabah tak kunjung reda, opsi pelarangan total patut diperhitungkan.

Kedua, Lebih penting lagi adalah kesiapan menangkal di pintu-pintu masuk wilayah Indonesia. Pemerintah punya pengalaman soal ini ketika wabah SARS merebak di Asia, sepuluh tahun silam. Pengalaman itu merupakan modal penting. Namun, setelah satu dekade berlalu, prosedur penangkalan haruslah diperbarui. Kemampuan deteksi, pengamatan, dan respons petugas medis serta sarana pendukung di bandara maupun pelabuhan jelas harus ditingkatkan.

Pencegahan masuknya virus melalui mobilitas manusia adalah opsi yang paling mungkin, karena belum ada vaksin untuk virus ini. Jika ada penderita yang telanjur masuk, satu-satunya pilihan adalah karantina dan isolasi total, sembari merawat sang penderita. Maka, kesiapan rumah sakit penampung korban Corona sangat penting.

Diplomasi Melawan Corona

Corona bukan lagi sekadar masalah kesehatan global melainkan sudah memiliki dimensi diplomasi dan keamanan. Wabah Corona telah berubah menjadi ancaman keamanan global ketika korban makin banyak dan penyebarannya melampaui negara atau benua yang menjadi episentrumnya.

Corona bukan lagi hanya sekedar masalah kesehatan, tapi juga masalah yang berkaitan dengan dimensi politik, ekonomi, sosial, dan diplomasi internasional. Kita tentu berharap agar pernyataan WHO dapat menjadi semacam alarm peringatan agar semua pihak, sesuai dengan kapasitasnya, dapat meningkatkan kewaspadaan.

Perubahan karakteristik ancaman itu menuntut berbagai negara dan organisasi internasional berkoordinasi dan memberikan respons tanggap darurat global yang memadai.

Pada abad ke-21 ini, diplomasi telah mengalami perubahan mendasar. Kesehatan global menjadi salah satu isu mendesak dalam hubungan antarbangsa. Perubahan ini menempatkan diplomasi sebagai proses merumuskan dan mengelola kebijakan global di bidang kesehatan. Diplomasi kesehatan tidak hanya mengikutsertakan para pakar kesehatan dari berbagai negara, namun juga mendorong peran berbagai aktor kesehatan lain, termasuk sektor swasta di tingkat nasional dan internasional.

Akibatnya, isu-isu kesehatan global tidak lagi hanya bersifat teknis kesehatan, namun juga menuntut kemampuan kritis dalam pembuatan kebijakan pada bidang kebijakan luar negeri dan keamanan. Tujuannya utamanya adalah mendorong upaya-upaya kerja sama global di bidang kesehatan.

Dengan pemahaman tersebut, penyakit Corona telah menjadi bagian dari isu keamanan nontradisional. Ancaman keamanan jenis ini bersifat nonmiliter, lintas negara, dan memerlukan respons bersama antara aktor-aktor negara dan nonnegara, baik swasta maupun pemerintah. Sifat global dari isu keamanan ini menuntut berbagai negara dan organisasi internasional bekerja sama mengidentifikasi persoalan, memantau perkembangan, menemukan obat, dan bahkan mengantisipasi penyebarannya.

Bila perlu, kerja sama itu dilakukan di antara negara-negara yang secara politik-militer berseberangan, misalnya dengan melibatkan AS, Kuba, dan Tiongkok.

Pelajaran penting dari penyakit Corona ini adalah bahwa kecenderungan kerja sama di antara masyarakat internasional dalam rangka penanganan bahaya virus Corona ternyata telah melampaui perbedaan konflik antarnegara selama ini. Perhatian dan keprihatinan global jauh masih lebih dominan ketimbang makin memperbesar sengketa keamanan militer di antara negara-negara itu. Kerja sama global dalam menanggulangi virus Corona menjadi prioritas daripada konflik antarnegara yang ada selama ini.

Isu perdamaian tidak hanya seputar konflik senjata dan relasi antarbangsa yang tidak adil, tapi juga kelalaian perilaku terhadap alam, sehingga terlalu dieksploitasi. Manusia tidak menyadari sebagai bagian dari alam.

Manusia ingin menundukkan atau menaklukkan.Padahal begitu alam bisa dieksploitasi dan diperlakukan semena-mena, manusia akan ikut hancur diterjang bencana.

Penyebaran virus Corona di sejumlah negara terus bermunculan. Jika penanganan penyebaran Corona lamban, maka ancaman pandemi influenza akan kian nyata. Untuk itu, diplomasi bidang kesehatan di kancah internasional sangat diperlukan demi menciptakan mekanisme penanggulangan Corona yang adil dan transparan.


Eko Supriatno, M.Si, M.Pd
Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten. Ia mengampu berbagai mata kuliah pemerintahan dalam ranah politik seperti Pengantar Ilmu Pemerintahan, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu, Ia juga memiliki keterkaitan terhadap riset yang berhubungan dengan kajian dan riset di bidang agama dan sosial-budaya .

Editor: Irwan Yusdiansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button