Dari Dalam Rumah
Sebelum sampai di perempatan jalan menjurang
Kau mengirimiku surat-surat isyarat
Hanya duduk sementara yang menjadi abadi
Seperti manik kupu-kupu yang hinggap di daun pintuku
Sampai aku tak sempat membukanya, bahkan mungkin tak bisa membukanya
Aku memeluk kata-katamu dari dalam rumah
Memeluk angin yang entah dari mana munculnya
Sambil menekan kata-kata buruk bagi telingamu
Sempatkah kau sedikit saja mau berada dalam rumahku?
Semarang, 2019
Sedikit Saja
Semestinya ketika orang-orang menyebut namamu tak menjadikannya batu
Sudah seharusnya, malam-malam menjadi gugusan putik bunga di halaman pikiranku
Kemudian untuk kau cucup embun seadanya di ujung ubun-ubun kesadaran cakrawalaku
Aku menginginkan air yang merembas di celah tanah itu menjadi hidup bagi akar laku
Jika, aku perahu tersesat di tengah samudera sakit tak bertemu
Nanti, aku ingin sedikit saja sempat kau lihat di pelupuk matamu
Semarang, 2020
Menjadi Asap
Aku ingin menjadi asap yang kau tuntun menyusuri bentangan tanda-tanda
Yang terima-terima saja ketika kau hempas semaumu
Aku ingin menjadi kepulan asap yang meliuk-liuk dalam dirimu yang digdaya
Yang senantiasa mengangkasa di ufuk semesta
Yang berakhir tiada dan menjadi dirimu semata
Aku ingin menjadi asap yang indah, yang terhembus dari sumber pesona
Aku adalah jejakmu yang nyata yang bagian dari pergeseran masa ke masa
Semarang, 2020
Baca Juga
Seperti Air Yang Mengalir
Kita mungkin sama-sama menjadi air yang mengalir di atas tanah
Mengalir mengikuti garis-garis yang terbentuk magis
Musim bergeser bergerak dengan bahasa gelisah
Dunia adalah tanda yang kita tangkap seperti kunang-kunang di celah kabut tipis
Kau dan aku mengaliri tanda demi tanda dengan dada yang pasrah
Sampai dua arus air kecil itu, antara kau dan aku menyatu ritmis
Dan terus bertanya-tanya tentang ketakutan
Apakah cinta selalu punah?
Semarang, 2019
Di Karbala, Kau Di Sana
Kau cium kening dan matanya
Kau saksikan rasa sakit yang sekejap
Rasa sakit yang teramat gelap
Esoknya yang baik-baik saja itu
Dunia menutup mata dari cahaya
Tuhan bukan tak mengerti
Tapi, manusia digelayuti sakit yang abadi
Rasa sakit yang mengingatkanku kata-kata
Rage, rage against the dying of the light
Kau tentu telah mengerti semua
tetapi juga kau tentu merasakan rasa sakit itu
Sebab dirubung sakit yang mengingatkan kata
Rage, rage against the dying of the light
Di Karbala, kau di sana
Menatapi cahaya merangkak tak berdaya
Sedangkan gelap itu mengerubungi darahmu sendiri
Dan Tuhan tak mungkin tak mengerti
Tak mungkin salah akan hal ini
Asyura, 2020
—“Rage, rage against the dying of the light” dari sajak Dylan Thomas dengan judul “Do not go gentle into that good night”.
Gundukan Pasir
Kau menjelma gundukan pasir
Aku meminta tahun menjadi bulan
Aku meminta bulan menjadi hari
Aku meminta hari menjadi sekarang
Cuma meminta taburan hujan deras
Tetapi kau menjelma gundukan pasir
Menjelma sabana pasir yang luas
Di hatimu itu hanya ada butiran pasir
Yang tertiup-tiup angin tak berarah
Yang kadang bersiul-siul seperti ikan paus
Jakarta, 2020
Tentang Penulis:
Muhammad Azka kelahiran Semarang 30 Agustus 1993, mahasiswa Pascasarjana Unwahas (Universitas Wahid Hasyim Semarang) yang tinggal dan mengabdi di Pesantren Addainuriyah Dua Semarang. Buku antologi puisinya berjudul Menunggu Di Jendela (Rumah Kayu Publishing, 2016), Antologi Wrangka (Biem.co, 2018). Bisa dihubungi melalui email : [email protected], Instagram: em.azka, Facebook : Muhammad Azka.