Opini

Catur Nugroho: Dinasti Politik, Politik Dinasti atau Politik Kekerabatan?

biem.co — Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah secara langsung telah berlangsung pada 9 Desember 2020. Para pejabat terpilih juga telah dilantik pada hari Jumat, 26 Februari 2021 di masing-masing daerahnya. Berita yang paling menarik dan mendapatkan sorotan dari media tentu saja kemenangan Gibran Rakabuming Raka di pemilihan Wali Kota Solo dan Bobby Nasution di pemilihan Wali Kota Medan.

Anak dan menantu Presiden Joko Widodo ini mendapatkan suara yang cukup signifikan dibanding pesaing-pesaingnya dalam kontestasi Pilkada langsung, sehingga berhak menduduki jabatan wali kota. Peristiwa ini bahkan disebut-sebut sebagai rekor baru, di mana seorang Presiden memiliki anak dan menantu yang menjadi wali kota setelah dilantik kemarin. Apakah peristiwa ini adalah langkah awal dari dinasti politik, politik dinasti atau politik kekerabatan yang sedang dilakukan Presiden Jokowi?

Prestasi Presiden Joko Widodo yang mampu menjadi presiden sekaligus anak dan menantunya menjadi penguasa daerah mirip dengan yang terjadi dalam sejarah politik dan kekuasaan Jawa pada masa Kerajaan Pajang. Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya yang pada mulanya adalah seorang “bocah angon” dari Pengging (Boyolali) selanjutnya mengabdi di Demak pada Sultan Trenggono sampai akhirnya diberikan jabatan Adipati di wilayah Pajang yang berpusat di Kartasura. Setelah mampu merebut kekuasaan dari kerajaan Demak yang dikuasai Arya Penangsang, pada akhirnya kekuasaan Jawa pada waktu itu dipindahkan ke Pajang.

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Hadiwijaya memiliki anak Pangeran Benawa yang diberikan kekuasaan di wilayah Jipang (Pati) dan menantu bernama Arya Pangiri yang memiliki kekuasaan di Kadipaten Demak. Jalan kekuasaan Jaka Tingkir membangun dinasti politik selanjutnya diteruskan oleh anak angkatnya Sutawijaya yang merupakan pendiri kerajaan Mataram Islam. Hal sama dilakukan Jokowi untuk menjaga trah keluarganya agar tetap berada di lingkaran kekuasaan.

Dinasti politik dalam konteks kekuasaan modern terjadi ketika beberapa orang dari satu garis keturunan menjadi pemegang kekuasaan, baik dalam konteks lokal maupun nasional. Sistem demokrasi dan hukum di Indonesia memang memberikan ruang kebebasan bagi setiap warga negara untuk maju menjadi pemimpin. Sehingga keluarga bupati, wali kota, gubernur, menteri hingga presiden memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya untuk bertarung dalam proses pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah.

Suatu hal yang menjadi lumrah dalam sistem demokrasi di Indonesia ketika istri atau suami, anak, adik, dan menantu berlomba-lomba untuk mendapatkan kursi kekuasaan di level nasional maupun di daerah.

Dinasti politik yang paling terkenal mungkin adalah Dinasti Kennedy di Amerika Serikat. Sejak abad ke-18, keluarga Kennedy telah membangun dinasti politiknya hingga sekarang. Yang paling terkenal tentu saja John F. Kennedy yang berhasil menjadi Presiden AS. Di Indonesia, keluarga Soekarno mungkin menjadi salah satu contoh keluarga yang berhasil membangun dinasti politik. Sejak Soekarno berkuasa sebagai Presiden Indonesia hingga sekarang cucunya, Puan Maharani berhasil menjadi Ketua DPR, setelah sebelumnya anaknya Megawati sempat menjadi Wakil Presiden dan Presiden.

Mantan Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun pernah mencoba membangun jalur dinasti politik dengan memasukkan anak-anaknya ke Golkar dan mengangkat salah seorang anaknya menjadi Menteri Sosial di akhir masa pemerintahannya. Usaha dinasti Soeharto ini kemudian dilanjutkan oleh putra putri Soeharti yang membangun Partai Berkarya, namun belum mampu berbicara banyak di panggung politik nasional secara terbuka. Keluarga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga sedang berusaha membangun dinasti politik dengan kendaraan Partai Demokrat.

SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi partai, menempatkan kedua putranya pada jabatan penting, AHY sebagai Ketua Umum dan Ibas sebagai Sekjend partai. Namun jalur yang dipilih SBY ini berbeda dengan yang dilakukan Jokowi sekarang, karena SBY memilih jalur partai untuk mewariskan “power” kepada anak-anaknya. Sedangkan Jokowi lebih memilih jalur eksekutif dengan dukungan pada anak dan menantunya menduduki jabatan wali kota.

Sementara itu, politik dinasti adalah sistem politik yang mewariskan kekuasaan secara turun temurun berdasarkan garis keturunan (hubungan darah). Politik dinasti telah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu dalam sejarah kekuasaan di Jawa dan wilayah Indonesia lainnya. Raja sebagai pemimpin utama memiliki kekuasaan mutlak dan berhak untuk menentukan siapa yang menjadi pewaris tahta.

Contoh politik dinasti di era modern adalah yang berjalan di Daerah Istimewa Yogyakarta, di mana pewaris tahta kerajaan Yogyakarta (Sultan) secara otomatis akan ditetapkan sebagai Gubernur DIY. Begitu pula pewaris tahta Puro Pakualaman akan ditetapkan sebagai Wakil Gubernur DIY. Sistem politik dinasti berwujud monarki (kerajaan) Yogyakarta ini dapat berjalan di tengah negara yang menganut demokrasi (demokrasi-monarki).

Hal yang sama juga terjadi di Inggris, Belanda, Belgia, dan Jepang, yang menganut sistem monarki dan menjalankan pula sistem keterwakilan melalui parlemen. Beberapa orang menyebut politik dinasti ini dengan dinasti politik, karena terjadinya pewarisan kekuasaan secara turun temurun pada satu keluarga.

Sebagai bangsa yang berakar pada sistem kerajaan, maka mewariskan kekuasaan kepada anggota keluarganya menjadi sesuatu yang dianggap lumrah oleh sebagian masyarakat. Monarki sebagaimana disampaikan Aristoteles adalah bentuk negara paling ideal, ketika pemegang kekuasaan adalah seorang filsuf yang arif dan bijaksana dan menggunakan kekuasaannya untuk kesejahteraan rakyatnya.

Politik kekerabatan mungkin agak berbeda dengan dinasti politik. Ketika seseorang berkuasa, kemudian keluarga atau orang-orang di lingkaran terdekatnya ikut menjadi bagian kekuasaan atau menggantikan kedudukan keluarga sebelumnya di lembaga eksekutif maupun legislatif maka politik kekerabatan terjadi. Fenomena politik kekerabatan yang terjadi di beberapa daerah Indonesia saat ini adalah ketika seseorang habis masa jabatan sebagai bupati, walikota atau gubernur dan tidak dapat mencalonkan kembali karena telah dua kali terpilih maka keluarganya yang akan maju menjadi calon.

Maka tak heran ketika istri Bupati kemudian maju menjadi calon Bupati dan terpilih sebagaimana terjadi di Kabupaten Purwakarta, Klaten, Sleman, dan lain-lain. Fenomena sebelumnya sebagaimana terjadi di Banten adalah ketika Ratu Atut menjadi Gubernur Banten, kemudian adik-adik dan keluarga terdekatnya menjadi walikota, Bupati, dan juga anggota dewan.

Mungkin memang sekarang saatnya politik kekerabatan kembali hadir di mana para pemimpin merasa membutuhkan kerabat-kerabatnya untuk dapat memimpin daerah atau negara demi kemakmuran rakyat. Selamat datang para kerabat politik dalam lingkaran politik kekerabatan. (*)


*Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi Telkom University, Peneliti Utama Indonesia Political Opinion (IPO), Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya dan Media UGM.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button