biem.co – Pada Skriptoria tahun lalu, biem.co pernah menyuguhkan berita Keruntuhan Global Akan Terjadi pada Tahun 2040, hal ini tak lain adalah sebagai salah satu bentuk kegelisahan kami terhadap tingkat polusi dunia yang semakin kotor, penyebaran penyakit yang meluas serta esensi kemanusiaan yang semakin memudar.
Data simulasi sebuah program komputer bernama World One yang dibuat oleh Jay Forrester, seorang insinyur komputer dan ilmuwan sistem dari Amerika, yang juga merupakan anggota dari Club of Rome, sebuah organisasi yang terdiri dari pemimpin dan akademisi dunia yang fokus pada kampanye pemahaman tentang tantangan global, telah memprediksikan bahwa manusia akan melihat akhir dari peradabannya pada tahun 2040.
World One meramalkan bahwa tahun 2020 ini akan menjadi tonggak awal keruntuhan massal (global) tersebut. Pada 2020 kualitas hidup manusia (diduga) akan turun secara dramatis, dan hal ini yang kemudian menjadi awal mula skenario yang akan menyebabkan kematian banyak orang.
Menurut peneliti, tahun 2020 ini kondisi planet bumi akan menjadi sangat kritis. Jika kita tidak melakukan apa-apa, kualitas hidup manusia akan turun ke angka nol. Penyakit, bencana alam dan polusi menjadi sangat serius sehingga dapat membunuh manusia dalam skala besar, yang pada gilirannya akan menyebabkan populasi berkurang. Kelanjutan tahap ini akan terjadi sekitar tahun 2040 sampai 2050 diduga peradaban seperti yang kita tahu di planet ini akan lenyap.
Pada kesempatan lain Alexander King, salah satu petinggi Club of Rome juga menyatakan bahwa ke depan negara-bangsa akan kehilangan kedaulatannya. King mengatakan bahwa akan ada Orde Baru di mana perusahaan dan indusrtri akan mengelola segalanya dan menguasai segalanya.
Tulisan lengkapnya:
Virus Corona dan Paradigma Negara-negara
Akhir tahun 2019, kepanikan luar biasa secara serentak telah mewarnai bangsa-bangsa di belahan dunia saat Covid-19 yang mematikan muncul di China. Setiap orang panik, dan itu adalah hal yang paling masuk akal yang bisa dilakukan, mengingat bahwa Corona bisa menyebar dengan cepat dan jika tidak ditangani dengan segera akan menimbulkan gejala yang bisa berujung pada kematian, fakta lainnya adalah bahwa belum ditemukannya vaksin untuk virus ini.
Dampak besar yang ditimbulkan sangat terlihat, ekonomi porak-poranda (saat berita ini diturunkan, rupiah sudah menyentuh angka Rp17.000/ US dollar). Beberapa negara bahkan terancam terperosok jurang resesi (termasuk negara adidaya seperti AS dan China terancam mengalami perlambatan ekonomi).
Samuel Paul Veissière Ph.D, Antropolog Interdisipliner dan Ilmuwan Kognitif menyatakan bahwa ketakutan yang berlebihan yang muncul terhadap virus itu justru tidak hanya menimbulkan risiko ekonomi, akan tetapi risiko sosial, dan psikologis, dan ini yang lebih mengkhawatirkan.
Veissière menambahkan, wabah corona ternyata punya banyak sisi baik, salah satunya adalah bersatunya warga dunia dan terhentinya eksplorasi sumberdaya bumi yang berlebihan (meski hanya sementara) yang biasa dilakukan negara-negara seperti AS dan China.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Club of Rome bahwa jika kerusakan tidak ingin berlanjut, maka negara-negara seperti AS dan China harus mengurangi selera mereka untuk melahap sumber daya dunia. Seharusnya di dunia masa depan, prestise berasal dari gaya hidup negara-negara dengan “konsumsi rendah”.
Saat ini, sembilan dari sepuluh orang di seluruh dunia menghirup udara yang memiliki tingkat polusi tinggi, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa terdapat sekitar 7 juta kematian setiap tahun dapat disebabkan oleh polusi. Belum lagi pernyataan Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus yang mengatakan, bahwa banyak negara yang tidak serius mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memerangi penyebaran wabah corona virus yang mematikan ini. Kita hampir tidak bisa memprediksikan tingkat kematiannya.
Beberapa ahli juga mengatakan bahwa tingkat reproduksi coronavirus ada diangkat 2-3. artinya setiap satu orang carrier bisa menularkan wabah ini kepada 3 orang lainnya. Jika kita simulasikan dengan sederhana, dari 10 juta populasi penduduk, (dalam waktu tiga bulan) akan terjangkit setidaknya 5 juta orang (ini pun jika kita diam tanpa upaya).
Beberapa pakar kesehatan dunia turut prihatin karena banyak negara yang tidak menunjukkan “tingkat komitmen politik” yang diperlukan untuk “menyamai tingkat ancaman yang kita semua hadapi”. Jika ditambah dengan kematian akibat Covid-19 dan penyakit-berbahaya lainnya seperti demam berdarah dan serangan jantung, maka di atas kertas kita bisa prediksikan kapan peradaban ini akan selesai.
Mari bersama-sama hadapi krisis ini.
#staysafe #stayathome #workfromhome
(EJ)